MENUJU GEGER PAREGREG DI MAJAPAHIT
#2
Konstelasi
politik di bumi Majapahit mulai memanas disaat sebelum lengsernya Prabu Hayam
Wuruk. Saling jengkal, permainan elite keraton, melempar fitnah, dan mencari
rekomendasi para Batara Guru gencar terjadi hingga titik puncak persekongkolan
tercapainya perang saudara, yaitu Geger Paregreg.
Masa
kepemimpinan Sri Rajasanagara (gelar Prabu Hayam Wuruk) memang akan berakhir
ditahun 2018 ini. Orang jawa menilai tahun 2018 adalah tahun “Dal”, masa dimana
banyak sekali paceklik, musibah dan setan-setan berkeliaran hingga orang yang
akan menikah pun harus rela menunda ataupun dipercepat di tahun 2017. Artinya
bahwa sangat dimungkinkan perang “paregreg” itu akan terjadi di tahun 2018 dan
akan ada banyak sekali permusuhan antar sultan, adipati, senopati, para suhu,
mahaguru hingga kacung demi memperebutkan kursi milik Prabu Majapahit tersebut.
Bukan menjadi rahasia lagi, sejak dipimpin oleh patih Gajah Mada, Majapahit
mengalami masa puncak kejayaan, masa keemasan. Daerah kekuasaan Majapahit
terhampar seluas negeri Indonesia Raya hingga ke singapura dan kerajaan
–kerajaan melayu, sampai ke pilipina. Karena Majapahit adalah negara yang
besar, seperti di Jawa Timur sebagai propinsi yang luas di Indonesia saat ini,
menjadi incaran banyak orang guna menduduki sebagai raja yang Agung.
Mendengar dan melihat Raja Majapahit yang
sebentar lagi lengser, banyak kelompok masyarakat mulai berkonsolidasi mencari
kawan seperjuangan, menyebarkan para teliksandi kesetiap jengkal langkah lawan
politiknya, mengumpulkan bala tentara untuk siap peperangan, mengumpulkan para
prajurit untuk mengamankan markas, dan berkeliaran seantero jagat Majapahit
untuk mencari pasangan calon terbaik pengganti Raja. Ada yang dari kalangan
pemerintahan yaitu senopati, patih, dan adipati. Dari kalangan pengusaha dan
politisi. Media – media milik lingkaran pemerintahan Majapahit dan swasta mulai
menggandeng-kan para calon, mengotak-atik agar sebagaimana pas dan pantas untuk
dipasang, seperti ada yang mewacanakan pasangan Patih – Adipati, adalagi pasangan
Sultan – Adipati, ada lagi yang mewacanakan kalangan prajurit – Senopati,
Tumenggung-Patih. Pokoknya sebagai warga negara Majapahit akan merasa senang
melihat ramainya bursa pergantian Raja di Majapahit. Senang bagi yang suka.
Namun ini berbeda.
______________________________
Salah satu elit keraton yang juga Batara
Guru, yang juga pemilik partai besutan Raden Wijaya mengadakan bursa dan
membuka sinyal bagi siapapun yang mempunyai kemampuan mengelola Majapahit. Pada
akhirnya disalah satu tempat Kadipaten Malang dikumpulkan para calon
diantaranya patih Gajah Mada, Adipati Wikramawardana, Adipati perempuan Dewi
Sri, dan Adipati Blambangan Wirabhumi. Pertemuan sangat singkat, banyak
teliksandi yang gagal melaporkan keatasannya hasil pertemuan tersebut, namyak
media-media yang bertanya tentang Hasil pertemuan mereka. Tidak ada yang
mengetahui dan tidak boleh ada yang tahu hasilnya sebelum ada pengumuman resmi
dari internal, memang seperti itulah sikap partai milik Raden Wijaya.
Langit
Majapahit mulai mendung, awan semakin menghitam dibulan November yang
menandakan musim hujan tiba. Kini dalam berita parlemen Majapahit, muncul nama
satu Patih Terbaik di Majapahit, yaitu Gajah Mada. Gajah Mada diperhitungkan
secara matematis akan memenangkan bursa pemilihan Raja Majapahit, mengingat
kinerjanya memperluas nusantara menjadikannya medapat elektabilitas tertinggi,
menurut hasil survei SERM (Survei Elektabilitas Raja Majapahit). Selain
kinerjanya baik, Gajah Mada adalah seorang anak muda yang mempunyai jiwa pemimpin
yang baik, tokoh pemuda dari salah satu Organisasi Islam terbesar Di Nusantara.
Atas pencapaiannya, Gajah Mada banyak dicalonkan oleh para elit politik
Majapahit. Mekanisme demokrasi di Majapahit banyak ditentukan oleh para elit
keraton yang mempunyai basis masa di partainya. Sehingga salah satu partai
politik hasil besutan Raden Wijaya sebagai pendiri Majapahit, mengklaim dan
merasa mampu untuk mengusung calon pengganti Hayam Wuruk. Pada akhirnya, Patih
Gajah Mada dicalonkan bersama dengan calon wakilnya yang seorang adipati yaitu
adipati Wikramawardhana. Untuk memperkokoh wacana pencalonan beliau berdua,
Batara Guru membuat akronim untuk pasangan Gajah Mada – Wikramawardana yaitu
“JAWI”.
Atas
dipilihnya dua pasangan JAWI, banyak yang kecewa. Adipati Blambangan Wirabhumi
merasa dikhianati oleh partai. Terutama adipati blambangan Wirabhumi sangat
marah dan tidak bisa menahan emosinya. Merasa dikhianati karena dia juga
merupakan kader terbaik partainya. Perlu diketahui Adipati Blambangan Wirabhumi
ini merupakan Adipati termuda, mendapat dukungan 80 % suara saat pemilihan
diKadipatennya. Wirabhumi seorang anak muda yang cerdas (lulusan Luar Negeri)
dan juga mempunyai ambisi yang tinggi dalam tampuk kepemimpinan Majapahit.
Berkat kecerdasannya mengelola daerahanya, wirabhumi banyak dicari oleh para
paparazi pencari berita, banyak para produsen film jauh jauh dari batavia untuk
melihat Kadipatennya. Tak pelak karena istri Wirabhumi juga sangat cantik
jelita, artis nusantara, Praheswari Arum. Dengan ketenarannya, Wirabhumi
mempunyai elektabilitas yang tidak kalah dengan Gajah Mada, dia lebih muda dari
Gajah Mada, tentunya lebih Gesit dan lincah. Akhirnya Wirabhumi berfikir keras
untuk membuat stategi baru.
______________________________
Hampir
dua minggu setelah pengumuman dicalonkannya pasangan JAWI, hampir tidak ada
desas desus dan isu dari media siapa sebenarnya lawan dari mereka berdua.
Banyak yang bertanya-tanya, apakah tidak ada lagi kader-kader terbaik Majapahit
yang mampu menyaingi ?. Dalam hitungan detik, pelan tapi bergerak cepat, sedang
ada musyawarah senyap dan interen. Dibelahan daerah ratusan kilometer dari
pusat Kota Majapahit sedang ramai membicarakan siapa lawan yang setimbang
melawan pasangan JAWI. Disana ada tokoh dari kadipaten Pacitan yang juga
merupakan pernah menjadi penguasa Nusantara, Tumenggung Martoloyo. Martoloyo
terkenal mempunyai stategi yang jitu dalam segala hal, utamanya dalam bursa
pergantian pimpinan Kerajaan, meskipun anaknya baru mengalami kegagalan dalam
pemilihan Raja Batavia, namun sang Tumenggung tetap dipercaya memberikan
komando. Pada akhirnya takdir pun berubah drastis, bersama dengan barisan
Gerakan Majapahit Bersatu (GMB) yaitu sang petahana Hayam Wuruk, partai elite
milik Martoloyo, jendral Sumo Keling, dan Panular bersatu menetapkan langkah
perjuangan.
Didalam elit GMB penggodokan calon telah
hampir 90% rampung. Artinya mereka siap mengeluarkan lawan yang sepadan.
Petahana Hayam wuruk memberikan gambaran tentang Majapahit dengan segala pemaparan
didalam forum GMB. Akhirnya, GMB memanggil Senopati perempuan bernama Ayu Indar
dan Adipati Blambangan Wirabhumi. Senopati Ayu Indar adalah petinggi senopati
yang mempunyai kepemimpinan apik dikerajaan. Sebagai mantan ketua organisasi
Islam Perempuan terbesar, Ayu Indar digadang sebagai lawan terkuat pasangan
JAWI.
Dalam pembicaraan yang rahasia di
Kadipaten Pacitan, elite GMB sedang memutuskan sesuatu yang besar dan penting.
Ditengah keheningan Keraton Majapahit yang lepas dari pemberitaan bursa pencalonan,
pagi itu mulai banyak awak media diseluruh penjuru nusantara kembali berkumpul
dirumah Martoloyo. Ternyata ada deklarasi dari GMB unntuk mengusulkan calon
Raja Majapahit. Dengan gagah dan tutur kata yang renyah, didampingi Hayam
Wuruk, Jendral Sumo Keling, dan Panular, Martoloyo mengumumkan Calonnya. Calon
yang diusung oleh GMB adalah Senopati Ayu Indar dan Adipati Blambangan
Wirabhumi. Akronim dari keduanya adalah “ARUMI”.
Setelah deklarasi yang dilakukan oleh
kelompok GMB, permainan elite politik Keraton Majapahit semakin kentara,
menarik dan “ngeri” untuk diamati. Lantas bagaimana nasib nasib para senopati,
sultan dan prajurit yang tidak masuk dalam bursa pencalonan Raja Majapahit ?
sabar, para teliksandi belum berhenti bekerja, tunggulah babak selanjutnya...
1. Hanya cerita fiksi
1. Hanya cerita fiksi
0 Comment for "MENUJU GEGER PAREGREG DI MAJAPAHIT #2"