Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti

Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha

Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

  • NU ONLINE
  • MILAD HMI KE 72, JANGAN BERHENTI MERAWAT NKRI



    Mestiya masih sama amanah awal Konstitusi HMI untuk merawat Indonesia yaitu mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam.
    Rasanya memang amanah itu tidak bisa dihilangkan oleh organisasi HMI dalam setiap melaksanakan panji-panji perjuangannya. Pada awal kehidupan HMI, Bapak Lafran Pane harus bekerja keras dalam hal berkonsolidasi internal, “mengais” para mahasiswa yang mempunyai visi yang sama dengannya untuk bersama menegakkan HMI, Himpunan Mahasiswa Islam.

    1947
    HMI lahir disebabkan ketidakpuasan atas organisasi mahasiswa saat itu (hingga 1947) yang tidak mampu mengangkat kepentingan Islam dan bahkan Negara Indonesia sendiri.
    Ada tiga faktor penting lahirnya HMI di Indonesia:
    pertama umat Islam di dunia selalu diposisikan sebagai kalangan kelas bawah dan diperlakukan tidak adil. Saat itu Umat Islam jauh tertinggal dari Eropa baik dalam bidang pengetahuan maupun teknologi. Umat Islam terbuai dengan kehebatan Islam dimasa lalu.
    Kedua, kondisi perguruan tinggi di Indonesia yang menganut sistem sekuler, para penjajah telah meninggalkan sistem belajar sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan. Hal ini telah menyebabkan dangkalnya pemahaman agama para mahasiswa yang akan menjadi pemimpin bangsa dimasa yang akan datang.
    Ketiga, hadirnya organisasi komunis di Perguruan tinggi Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri bagi umat islam
    Masa-masa HMI pasca kelairan memang selalu dihadapkan pada suatu tantangan yang besar, bukan tanpa sebab, memang HMI dilahirkan atas faktor besar dan harus segera diselesaikan oleh HMI.
    1948
    Di Madiun terjadi pemberontakan PKI. HMI merasa bahwa negara Indonesia telah diinjak-injak oleh adanya PKI. Melalui wakil ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM) untuk membantu pemerintah menumpas PKI dari tanah air ini. Pak tirtosudiro menggerakkan anak-anak HMI ke gunung-gunung ikut melawan PKI.
    Berkat perjuangan HMI dalam mempertahankan NKRI inilah, panglima besar Jendral Soedirman menjuluki HMI dengan “ Harapan Masyarakat Indonesia”.
    1965
    Peristiwa Madiun membuat D.N Aidit geram terhadap HMI. Aidit menilai HMI bisa jadi menjadi batu sandungan dalam memperoleh cita-cita besarnya. PKI sangat dendam terhadap HMI setelah ikut bersama pemerintah melawan di Madiun. Dendam PKI kepada HMI merupakan sebuah sejarah tersendiri bagi HMI.
    Masyumi yang merupakan kekuatan organisasi Islam yang bersatu, tahun 1960 dianggap kontra terhadap Sokerano. Masyumi dianggap menyerang Misi Soekarno dengan ikut mendukung pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia).
    PKI dan Masyumi adalah dua Partai yang pada tahun 1955 saat pemilu mendapatkan suara yang besar dari rakyat Indonesia. Maka dari itulah, Soekarno, pahlawan besar revolusi, sebagai seorang yang nasionalis-agamis, berharap semua segmen masyarakat terus dapat bersatu. Namun, karena kuatnya pengaruh dan bisikan D.N Aidit, akhirnya Soekarno membubarkan Masyumi dan organsasi-organisasi lainnya. 
    Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
    Mendengar dari cerita dan fakta tahun 1947,1948 dan 1965 rasanya memang HMI selalu hadir dalam setiap keriuhan di Negara ini. Bukan berarti menjadi masalah, tetapi ikut menuntaskan masalah bersama masyarakat sipil dan pemerintahan. Memang tujuan HMI sudah dari awal untuk menjaga dan merawat Indonesia.
    Kini HMI sudah berumur 72 Tahun. Rintangan dan tantangan sudah banyak dilalui, meskipun itu sulit, ternyata hinga tahun 2019 ini masih berdiri kokoh.
    Namun apakah berdirinya kokoh HMI saat ini sudah mampu menjawab tantangan zaman seperti awal berdirinya HMI ? apakah HMI telah secara sadar dan meyakinkan menjadi organisasi tertua yang mampu menyelesaikan konflik bangsa dan agama ?
    Mari kita ikut berfikir membantu HMI memetakan jalan.
    HMI Wajib Menjadi Tameng Bangsa dan Marwah Agama
    Bangsa Indonesia yang besar ini adalah hasil perjuangan jutaan pahlawan, baik pahlawan yang tertulis di buku Pahlawan Nasional Indonesia maupun yang tidak tertera karena tidak diketahui rimbanya. Ketika bangsa dikucilkan oleh negara lain atas ketidakmampuan mengelola negara, maka HMI wajib digarda terdepan bersama seluruh mahasiswa membela kedaulatan dan penyelenggaraan negara Indonesia.
    Tidak ada kaitannya dan pengaruh penilaian negara lain terhadap Negara Indonesia sehingga negara ini dikucilkan, di maki dan di jelek-jelekkan harga dirinya. Maka dengan kekuatannya, HMI bersama seluruh mahasiswa mengutuk negara yang dengan terang-terangan mengganggu/mengusik.
    Sikap ini selaras dengan Ir Soekarno ketika tahun 1963 mengeluarkan pidato untuk “ganyang malaysia”. Malaysia yang serumpun dengan Indonesia, secara terang-terangan berkomplotan dengan Inggris membentuk “Federasi Malaysia” untuk mengambil wilayah Indonesia bagian kalimantan.
    Merasa Indonesia dijajah oleh mental kolonialisme Inggris, soekarno tidak terima dan banyak masyarakat dan mahasiswa ikut membantu Soekarno. Kedutaan inggris dan rumah milik staff-nya dibakar habis, kedutaan malaysia dibakar oleh masyarakat sebagai tindakan menolak adanya kolonialisme di Indonesia.
    Dalam kehidupan agama-pun, HMI harus selalu hadir, sebab urusan agama juga merupakan Tujuan HMI didirikan untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. Lewat studi-studi agama yang inten, HMI hadir sebagai golongan reformis-agamis, tidak terlibat faham fanatisme akut, menjadi organ yang memahami hubungan antara Agama dan Negara.
    HMI “Melek” Politik dan tidak Terbawa arus Politik Praktis
    Politik itu adalah hal yang baik. Dilihat dari sudut pandang apapun politik tetaplah bukan sesuatu yang buruk.
    Dilihat dari politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), maka HMI juga memerlukan teori tersebut untuk Khoirunnasi angfanguhum Linnas ( berbuat baik untuk sesama manusia).
    Diterawang dari politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat, juga diperlukan oleh HMI. Sebab kekuasaan datangnya dari rakyat yang berdaulat, memilh dan memutuskan siapa pemimpin di dalam negaranya, maka dengan konsep ini, anak-anak HMI dibekali ilmu untuk merawat masyarakat dalam suatu negara untuk mengetahui peran sertanya dalam kekuasaan Negara Demokrasi.
    Jika dilihat dari politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik, maka HMI sudah sepatutnya dan wajib mengkawal kebijakan publik. Sebab kebijakan publik dan ruang publik yang harus dilindungi, maka setiap segala yang tidak tept untuk urusan ruang publik (baca : untuk warga) maka HMI secara sukarela mengkritik yang membangun untuk mengarahkan kebijakan yang kurang pas.

    Namun, jika terlibat politik praktis, HMI harus minggir. HMI bukan sekelompok partai politik atau yang ikut politik praktis. HMI adalah insan cendekia yang dituntut selalu membela dengan mengutamakan akal sehat dan sifat independensi. Politik praktis sudah memasuki ruangan yang non-independen bagi Mahasiswa. Maka dari itulah, meskipun banyak alumni HMI yang ikut dalam partai politik, bukan berarti HMI ikut politik praktis, apalagi terbawa arus politik yang memilukan dan merugikan organisasi ini.
    HMI Juga Belajar Berwirausaha
    Coba diselidiki para adinda-adinda itu (sebutan adik-adik HMI), ketika ngobrol dengannya, apakah hal yang menarik untuk dibicarakan ? pasti mengenai suksesi BEM, Suksesi Ketum Cabang, Suksesi Pilpres, itu saja yang didiskusikan dari tingkat komisariat hingga Pengurus Besar.
    Coba sesekali diadakan pendidikan kusus tentang menjadi seorang wirausaha sukses, menjadi seorang yang bisa hidup tanpa harus menjadi seorang politisi. Iya, alumni HMI banyak yang jadi Politisi, apa salah ? tidak juga. Akan tetapi, sebagai ruang yang terorganisasi, HMI sebenarnya mempunyai lembaga kusus yang menangani hal ini, KPP ( Kewirausahaan dan Pengembangan Profasi), tetapi tidak maksimal, jarang dimanfaatkan dan digunakan untuk menimba ilmu.
    Tepatnya 2015, ramai orang berdiskusi dampak dan manfaat MEA. Tidak lama berselang, industri 4.0, yang menggabungkan antara manufaktur dan jaringan internet, menempati ruang yang sama dalam perdiskusian jagat maya. Maka sebenarnya, menjadi pengusaha adalah diskusi yang tepat oleh adik adik HMI dari tingkat komisariat hinga PB. Menjadi wirausaha harus mempu menandingi diskusi menjadi seorang politikus.



    Labels: milad HMI

    Thanks for reading MILAD HMI KE 72, JANGAN BERHENTI MERAWAT NKRI. Please share...!

    0 Comment for "MILAD HMI KE 72, JANGAN BERHENTI MERAWAT NKRI"

    Back To Top