Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti

Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha

Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

  • NU ONLINE
  • pemikiran tentang perubahan sosial


    TEORI PERUBAHAN SOSIAL: GERAKAN PEMUDA ISLAM (ORMAS DAN MAHASISWA) DALAM MENGUATKAN SIMPUL NASIONALISME[1]

    Dunia global terus terguncang oleh adanya separatisme golongan karena keberpihakannya pada ideology individualisme yang menghanyutkan seluruh tatanan sosial masyarakat. Peristiwa rezim syuriah adalah bentuk nyata bahwa keakraban di-era interaksi global mulai memperlihatkan isi aslinya. Perpecahan suku dan golongan ditandai dengan dimilikinya kembali hak yang sudah menjadi Milik Negara dan dikonsumsi (dieksploitasi) sendiri. Indonesia contoh keduanya dari muslim terbesar dunia ini, basis negara yang diperkuat dalam sense of nasionalisme pada zaman kemerdekaan kinilah hampir tiada karena semua rakyat di Indonesia ini Lupa pada jati dirinya. Lupa bahwa negara ini dibentuk atas dasar perbedaan yang di nasionaliskan, disamakan demi kemerdekaan bangsa ini (payung pancasila).  Saat ini bangsa Indonesia, masih mengalami krisis multidimensi yang mengguncang kehidupan kita. Sebagai salah satu masalah utama dari krisis besar itu adalah ancaman disintegrasi bangsa yang hingga saat ini masih belum mereda. Secara umum integrasi nasional mencerminkan proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai perbedaan baik etnisitis, social budaya, atau latar belakang ekonomi, menjadi satu bangsa terutama karena pengalaman sejarah dan politik yang realatif sama. Proses pembentukan persatuan bangsa dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika. Proses integrasi nasional bangsa Indonesia telah dipaparkan dalam dimensi sejarah, sebuah jawaban yang sangat panjang atas pertanyaan “apa yang terjadi dengan proses integrasi nasional kita”. Inti historis jawabnya adalah bahwa kita telah membangun suatu bangsa dan mencapai integrasi nasional. Harus diakui bahwa kita masih menyimpan banyak masalah yang harus diselesaikan, dan kita meninggalkan luka yang masih menyakitkan pada diri kita sebagai bangsa yang harus kita sembuhkan.Seiring dengan derasnya arus globalisasi dan perkembangan kehidupan yang begitu pesat, maka masalah integrasi bangsa tengah menghadapi tantangan yang cukup berat sebab dinamika perkembangan lingkungan strategis telah membawa nuansa baru terhadap kadar interaksi, interelasi dan interdependensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Faktor penyebabnya antara lain adalah bergesernya nilai nasionalisme yang semula lebih berorientasi kepada nilai politik dan geo-politik bergeser menuju nilai ekonomi dan geo-ekonomi. Pergeseran nilai ini dari yang semula berorientasi kepada pentingnya kesatuan persatuan untuk membentuk masyarakat bangsa yang kuat, menjadi berorientasi kepada aksesibilitas profesionalisme untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan demi kelangsungan hidupnya. Pada posisi ini, ikatan kepada kadar kesatuan persatuan bangsa, dapat dikalahkan oleh kepentingan yang lebih bersifat pribadi.

    Fenomena di atas telah melanda hampir seluruh lapisan masyarakat di mana pun berada nyaris tanpa ada kekuatan yang dapat menghalanginya. Posisi yang paling kritis adalah manakala perubahan tersebut ada pada posisi anomi, yaitu posisi di mana nilai lama, baru saja ditinggalkan, nilai baru belum mapan, sehingga posisi ini merupakan posisi yang paling tidak stabil mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal, yang dinamika perubahannya amat besar. Keadaan demikian akan dapat menimbulkan goncangan yang mengganggu kohesi nasional. Oleh sebab itu apabila berbagai komponen kekuatan bangsa yang dihadapkan pada konflik faktual dapat dihimpun menjadi kekuatan yang sinergi, berinteraksi secara proaktif partisipatif, melalui sharing (tukar pikiran) kepentingan, saling memberi dan menerima, membangun kepercayaan kepada sistem, mau saling mendengarkan, menjalin persaudaraan sejati atas dasar keterbukaan serta membangun komitmen kepada kepentingan nasional. Masing-masing komponen kekuatan bangsa mengadakan reorientasi visi dan sikapnya yang semula lebih berorientasi pada kepentingan kelompoknya menjadi berorientasi kepada kepentingan nasional yaitu kesatuan persatuan bangsa, keutuhan wilayah yurisdiksi nasional dan pengembangan kehidupan bangsa yang dibangun atas dasar kerjasama saling menguntungkan, maka integrasi bangsa, nasionalisme dan ketahanan nasional Indonesia dapat dipertahankan.

    Ancaman terbesar dari “nation state” yaitu bentuk“new social movement”  diskriminasi, terbentuknya kelompok-kelompok baru yang berbasis etnisitas, agama, bahasa. Nilai- nilai lokal tidak bisa untuk dihapuskan, sebab kesetiaan-kesetian yang awal yang dibawa sejak manusia lahir jauh ada sebelum negara bangsa ada, tapi bagaimana kemudian nilai-nilai lokal, etnisitas, adat istiadat, agama, primordialisme, bahasa diperkuat menjadi identitas nasional, ini memang tidak mudah butuh waktu, kesabaran. Loyalitas kesetiaan nasional pada negara bangsa sangat penting “nation state”. Nation- state atau negara bangsa  bukan merupakan identitas yang alamiah, tapi melalui proses yang cukup lama, seperti di Amerika Serikat dan Perancis melalui revolusi modernisasi dan industri, nasionalisme merupakan rasionasitas dari kebangsaan. Ketika berbicara nasionalisme, bukan pada level simbol-simbol negara seperti penghormatan kepada bendera, dan lagu kebangsaan Indonesia raya, dari SD sampai SLTA kita upacara bendera setiap senen. Namun yang sulitnya adalah menguatkan nilai-nilai nasionalisme menuju nilai-nilai identitas nasional, mempertahankan NKRI dengan nilai-nilai anti kekerasan, toleran, mampu memilihara pluralism, etnosentrisme dan Bhineka Tunggal Ika, karena kita bangsa yang heterogen, keterwakilan dan perlindungan terhadap kaum minoritas menuju bangsa yang “strong nation state” negara yang bermartabat, kuat dan negara berbudaya, Indonesia emas “Political State”.

    Primordialisme, ketika negara tidak mampu memeliharanya dengan baik akan berujung kepada gerakan-gerakan seperatisme seperti GAM, RMS, konsekuensinya mengancam NKRI, kenapa ini bisa terjadi? Adalah karenaketidak adilan pembagian sumber daya ekonomi, kemiskinan. Sekedar mencontohkan marginalisasi Menteri di isi oleh orang-orang pusat, pembangunan yang tidak merata, dana perimbangan dari pusat kedaerah“tricle down effect”. Namun nilai-nilai primordialisme, etnosentrisme tidak bisa dihapus tapi dikembangkan menjadi identitas nasional. Partai punya tugas untuk mempromosikan orang tanpa melihat daerah dan suku, dan menempatkan  untuk keterwakilan kaum minoritas dalam pemerintahan, munculnya partai lokal di Aceh, dan itu bagian dari demokrasi consensus, untuk keterwakilan minoritas, asumsi partai Aceh berbahaya untuk identitas nasional tidak terbukti,  selama pemerintah mampu memiliharanya dengan baik.
    Etnis Tioanghoa, bukti emperis bagaimana negara untuk melindunggi etnis minoritas, sudah masuknya etnis Cina ke parlemen menjadi anggota DPR, membuktikan bahwa negara bisa memelihara pluralism di republik ini, sebab “political equality” kedudukan yang sama dalam politik adalah kemajuan dalam edentitas nasional. Nation state akan kuat ketika diskriminasi semakin berkurang dan sebaliknya.


    [1] Ditulis oleh amruloh sebagai topic dan resensi untuk pemateri LK2 HMI Cabang tulungagung 17-23 September 2013.

    karya: amruloh

    0 Comment for "pemikiran tentang perubahan sosial "

    Back To Top